Jakarta – Pewartainvestingasi.com – Persidangan terhadap korban kriminalisasi pengacara, Advokat Natalia Rusli, digelar di PN Jakarta Barat, pada Selasa 9 Mei 2023 lalu. Persidangan yang dihadiri langsung korban krimnalisasi sebagai terdakwa di ruang pengadilan untuk pertama kalinya itu berlangsung cukup singkat. Pasalnya, 8 orang saksi yang rencananya akan dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak satupun yang hadir alias mangkir dari panggilan ke ruang sidang.
Hal tersebut sangat disesalkan banyak pihak, terutama korban kriminalisasi, Natalia Rusli, yang telah ditahan sejak Maret 2023 lalu. “Sidang ini berjalan tanpa kehadiran satupun saksi. Ini sangat merepotkan kami. Kita harapkan harus ada (hadir) saksi (hari ini) ya. Karena ini argo jalan terus, orang (Natalia Rusli) ditahan ini dan harus cepat penanganan persidangan ini,” keluh kuasa hukum Natalia Rusli, Advokat Deolipa Yumara, S.H.
Dari pantauan di lapangan, pada persidangan kali ini, agenda utama sidang adalah mendengarkan keterangan saksi dari JPU. Rencananya, ada 7 saksi fakta dan 1 saksi ahli yang akan diajukan JPU. Akan tetapi Jaksa yang menangani kasus dugaan penipuan penggelapan ini gagal total menghadirkan mereka.
Sempat terjadi perdebatan dalam sidang akibat saksi pelapor bernama Verawati Sanjaya dan lain-lainnya mangkir dari undangan JPU untuk hadir di persidangan. Menurut informasi, 2 saksi dinyatakan terpapar Covid-19, tiga saksi tanpa keterangan, satu saksi sedang di luar negeri, dan satu lagi tidak jelas alamat domisilinya.
“Selain dua saksi (terpapar Covid-19) ini, masih ada 3 saksi lagi yang dipanggil tetapi merekapun juga tidak datang, serta satu saksi lagi berada di luar negeri. Satu saksi lagi alamatnya tidak ketemu. Jadi tidak ada satupun dari para saksi yang hadir di persidangan,” jelas Deolipa menambahkan keterangannya kepada para wartawan usai persidangan.
Menanggapi fenomena buruk tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengatakan sungguh menyayangkan para saksi yang terkesan mempermainkan hukum dengan mengulur-ulur waktu untuk menghadiri persidangan. “Ini sebenarnya mencerminkan karakter buruk para saksi itu. Mereka melaporkan Advokat Natalia Rusli yang sudah membantu mereka dalam memperjuangkan hak mereka terhadap pemilik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya. Kini mereka mencoba untuk mempermainkan hukum lagi dengan cara licik, mangkir dari panggilan persidangan untuk memberikan kesaksian atas kebenaran laporan mereka. Hakim semestinya menegur JPU agar memaksa orang-orang itu untuk hadir ke persidangan sesegera mungkin,” jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethic dan Applied Ethics dari 3 universitas ternama di Eropa ini, Jumat, 12 Mei 2023.
Wilson Lalengke juga menegaskan bahwa dalam konteks peradilan yang benar dan terhormat, hakim wajib menegakkan keadilan mulai dari persidangan pertama hingga sidang putusan akhir. “Ketika sebuah persidangan yang seharusnya dihadiri oleh terdakwa dan saksi dan pihak lainnya, maka semua yang terlibat wajib mentaati jadwal persidangan. Jika tidak hadir, harus diberikan sanksi yang tegas. Hakim harus menjaga kehormatan dan kemuliaan persidangan, jangan sampai dinodai oleh peristiwa yang tidak semestinya terjadi, termasuk ketidak-hadiran pihak yang seharusnya hadir di persidangan tersebut,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menyesalkan sikap para hakim selama ini yang terkesan lemah dalam menegakkan disiplin di persidangan-persidangan.
Kepada para JPU, Wilson Lalengke juga mendesak agar bekerja dengan lebih sungguh-sungguh dalam menyelesaikan persidangan seseorang. Menurutnya, profesionalitas JPU tidak terbatas hanya fokus pada kemampuan menyusun materi dakwaan dan tuntutan hukum serta menjaga terdakwa, tetapi juga harus tegas terhadap orang-orang yang akan dilibatkan dalam persidangan.
“JPU juga wajib konsisten terhadap jadwal persidangan, harus ketat dan disiplin dalam menghadirkan saksi-saksi, ahli, barang bukti, alat bukti dan lain-lainnya. Jangan terjadi seperti banyak persidangan selama ini, saksi boleh mangkir seenaknya dari panggilan sidang. Perilaku semacam itu sama halnya Anda berlaku zolim terhadap terdakwa dan keluarganya, dan itu artinya hati Anda rusak berat tidak memiliki nurani sebagai manusia,” tutur tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi di berbagai tempat di negeri ini. (APL/Red)